Konsultan Pajak – Industri biro perjalanan wisata di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, berkat kekayaan alam dan budaya yang dimiliki negara kepulauan ini. Indonesia memiliki beragam destinasi wisata yang menarik, baik bagi wisatawan domestik maupun internasional. Hal ini menjadikan industri biro perjalanan sebagai sektor yang berkembang pesat. Namun, di tengah perkembangan tersebut, perusahaan biro perjalanan juga harus memenuhi kewajiban perpajakan yang berlaku, selain mengelola dan mengembangkan bisnis mereka. Oleh karena itu, banyak biro perjalanan wisata yang memanfaatkan jasa konsultan pajak untuk membantu mereka mengelola kewajiban pajak dengan cara yang lebih efisien dan efektif.
Baca juga: Langkah-Langkah Pengurangan PPN dan PPnBM untuk Barang dan Jasa yang Dibatalkan
Dalam artikel ini, akan dibahas beberapa aspek perpajakan yang terkait dengan biro perjalanan, termasuk Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta beberapa fasilitas yang diberikan oleh pemerintah untuk meringankan beban pajak bagi usaha kecil dan menengah, termasuk biro perjalanan wisata.
Agen Perjalanan dan Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis pajak yang dikenakan pada sektor bisnis perjalanan. Berdasarkan peraturan yang ada, biro perjalanan termasuk dalam kategori Jasa Kena Pajak (JKP), yang berarti wajib memungut PPN atas jasa yang diberikan. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71/PMK.03/2022 yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu.
Berbeda dengan jenis JKP lainnya, terdapat cara perhitungan yang sedikit berbeda dalam penghitungan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk biro perjalanan. Sesuai dengan peraturan tersebut, DPP untuk biro perjalanan ditentukan sebesar 10% dari total jumlah yang sudah atau seharusnya ditagihkan kepada pelanggan. Dengan kata lain, PPN hanya dikenakan pada 10% dari total nilai transaksi, bukan pada keseluruhan nilai transaksi. Setelah tarif PPN dinaikkan menjadi 11% pada 1 April 2022, maka tarif PPN yang dikenakan pada biro perjalanan menjadi 1,1% yang efektif.
Pembebasan PPN untuk Jasa Keagamaan
Namun, tidak semua jasa yang diberikan oleh agen perjalanan dikenakan PPN. Salah satu pengecualian penting adalah jasa yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan, seperti perjalanan ibadah. Berdasarkan PMK Nomor 92/PMK.03/2020, jasa biro perjalanan yang berhubungan dengan kegiatan keagamaan, termasuk perjalanan ibadah, dibebaskan dari kewajiban PPN.
Namun, apabila paket perjalanan yang ditawarkan oleh biro perjalanan mencakup tujuan selain kegiatan keagamaan, maka PPN akan dikenakan pada bagian paket yang tidak terkait dengan agama. Sebagai contoh, jika paket perjalanan ibadah mencakup tur ke tempat-tempat wisata yang tidak terkait dengan agama, maka PPN akan dikenakan hanya pada bagian perjalanan yang bukan bagian dari kegiatan ibadah.
Pajak Penghasilan (PPh) Agen Perjalanan
Selain PPN, biro perjalanan juga harus mematuhi kewajiban perpajakan lainnya, yaitu Pajak Penghasilan (PPh). Untuk wajib pajak badan usaha, pemerintah memberikan fasilitas berupa pengurangan tarif PPh sebesar 50% untuk badan usaha dengan peredaran bruto di bawah Rp4,8 miliar. Hal ini berarti bahwa tarif pajak penghasilan yang dikenakan pada usaha dengan omset kurang dari Rp4,8 miliar adalah sebesar 11%. Mengingat kebijakan perpajakan yang cukup rumit dalam sektor biro perjalanan, sangat disarankan bagi perusahaan biro perjalanan untuk berkonsultasi dengan konsultan pajak agar kewajiban pajak mereka bisa dikelola dengan baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pajak Penghasilan Final untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Selain itu, bagi usaha kecil dan menengah (UKM) yang memiliki omzet di bawah Rp4,8 miliar, pemerintah juga memberikan kemudahan dengan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final yang sangat rendah, yaitu sebesar 0,5% dari peredaran bruto. Baik perorangan maupun badan usaha, termasuk biro perjalanan yang memiliki omzet tahunan di bawah Rp4,8 miliar, bisa memanfaatkan fasilitas PPh Final ini.
PPh Final sebesar 0,5% ini berlaku untuk berbagai jenis badan usaha. Untuk Perseroan Terbatas (PT), tarif ini berlaku selama tiga tahun. Sementara itu, untuk Koperasi, CV, Firma, dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), tarif PPh Final ini dapat berlaku selama empat tahun. Untuk wajib pajak orang pribadi, tarif PPh Final ini dapat diterapkan selama tujuh tahun.
Namun, setelah masa berlaku fasilitas PPh Final ini berakhir, wajib pajak yang memenuhi syarat diharuskan untuk beralih ke skema perpajakan umum. Artinya, jika omzet tahunan mereka melebihi Rp4,8 miliar, mereka wajib terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku bagi perusahaan dengan omzet lebih besar.
Apabila Anda sedang menghadapi beragam permasalahan terkait pajak, konsultan pajak kami hadir sebagai solusi terpercaya dan profesional untuk Anda. Kami menyediakan layanan konsultasi pajak secara online yang dapat diakses melalui nomor kontak 082180008086 atau kunjungi halaman ini. Kami memahami pentingnya optimasi pembayaran pajak bagi bisnis Anda agar tidak memberatkan keuangan. Dengan bantuan konsultan pajak yang handal, Anda dapat memastikan bahwa urusan perpajakan bisnis Anda dikelola dengan efisien dan sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Jangan ragu untuk menghubungi kami dan berkonsultasi mengenai berbagai aspek perpajakan yang Anda hadapi. Kami siap membantu Anda mencapai kepatuhan pajak yang optimal dan mengelola kewajiban perpajakan dengan lebih baik.